Untuk Disiarkan : Kamis 9 Juli 2015
Reporter : Nabila Puspa Asriyani
Memasuki 10 hari terakhir bulan ramadhan, setiap muslim
di berbagai penjuru dunia menjalakannya dengan berbagai cara. Seperti di UIN
Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), acara buka bersama (Bukber)
sudah menjadi sebuah tradisi. Mulai dari berbagi kepada sesama sampai ke acara
yang alasannya ‘silaturahmi’ ini, membuat sejumlah mahasiswa mempertaruhkan
waktu, uang, dan tenaga mereka. Pada umumnya,
kegiatan buka bersama ini diisi dengan sekedar makan ta’jil dan makan besar sembari menunggu adzan maghrib. Ada
pula yang mengisinya dengan konser musik, membagikan ta’jil gratis kepada
pengemis, yatim piatu, dan masih banyak lagi. Kegiatan Bukber sebenarnya
memiliki manfaat yang sangat baik. Selain sebagai sarana silaturahmi, juga
sebagai sarana melatih kepekaan sosial. Namun,
tidak jarang pula membawa dampak negatif jika disikapi dengan
berlebihan.
Seperti ditinggalkannya waktu
solat maghrib, isya, dan tarawih, untuk mengobrol yang berujung pada ghibah
alias gosip, dan akhirnya membuat Bukber menjadi ajang maksiat bersama.
Dosen Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), Pipit Novita, mangatakan, Bukber menjadi negatif
karena menyia-nyiakan waktu untuk berbuka, yang seharusnya digunakan untuk
berzikir atau tilawat Quran, justru digunakan untuk mempersiapkan diri dengan
merias wajah, memilih baju paling bagus serta mengobrol hal yang sia-sia. Namun,
semua kegiatan tersebut tergantung pada niat pelaksanannya.
Mahasiswa
FDIKOM, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) semester dua, Zahra Tsabitah,
mengatakan, acara Bukber itu sebagai sarana temu kangen, serta menambah pahala silaturahmi.
Tetapi, itu semua pasti tidak lepas dari sisi negatif.
0 komentar:
Posting Komentar