Untuk
disiarkan : Rabu, 26 November
2014
Reporter :
Aldinah Rosmi
Egality
dan Neutrality, demikian slogan yang
dibuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) UIN Jakarta. Dengan harapan adanya
slogan tersebut dapat mewujudkan pemilihan raya yang bersih dan berkualitas
dengan pengawasan yang tegas tanpa diskriminasi dalam rangka menjaga esensi
demokrasi. Namun mendekati momen Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) 2014, muncul
fenomena di mana Organisasi Eksternal (oreks) kampus mempengaruhi pelaksanaan
PEMIRA. Peran organisasi eksternal kampus diduga sangat penting untuk mencapai
kemenangan dalam PEMIRA. Meski demikian, dengan adanya fenomena tersebut
tentunya rentan menimbulkan PEMIRA yang tidak sehat.
Mahasiswa
Fakultas Psikologi, semester tiga, yang juga merupakan aktivis salah satu
oreks, Aditya Pratama Putra, menuturkan, hal yang lumrah jika PEMIRA ini
dihebohkan dengan oreks-oreks, karena memang dari oreks-oreks tersebut juga
terdapat beberapa faktor yang mendorong untuk mencalonkan kadernya di PEMIRA.
Aditya menambahkan, mahasiswa-mahasiswa independenpun dapat terpengaruh. Namun
mereka memiliki dua tipe, yaitu objektif dan subjektif. Mahasiswa independen
yang objektif biasanya susah dirayu temannya, tetapi mahasiswa yang subjektif
cenderung gampang dirayu.
Berbeda
dengan Aditya, Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FITK), semester satu,
Naili menanggapi, tidak seharusnya oreks-oreks mempengaruhi bahkan mendoktrin
mahasiswa baru yang memang belum tau apa-apa tentang PEMIRA. Naili mengaku
tidak suka dengan sikap oreks yang seperti itu, karena PEMIRA bersifat
demokrasi. Menurut Naili, pemilih seharusnya bebas memilih kandidat calon tanpa
melihat latar belakang oreksnya, akan tetapi melihat konstribusi, sifat, sikap
dari individu itu sendiri. Naili berharap, semoga terwujud PEMIRA yang sehat.
0 komentar:
Posting Komentar